Terima Kasih Telah Berkunjung di berbagaibacaan.blogspot.com.

Jumat, 01 Juli 2011

Contoh Artikel Ilmiah

2 komentar

BRAIN DRAIN, MASLAH BESAR BAGI NEGARA BERKEMBANG

Brain drain ini hampir sama dengan peristiwa aglomerasi. Aglomerasi adalah keadaan dimana penduduk di suatu negara terpusat di daerah perkotaan, terutama penduduk-penduduk yang berkualitas. Tujuan mereka pindah ke kota adalah karena prospek ekonomi yang menjanjikan. Sama seperti brain drain ini, dimana orang-orang yang pandai akan pindah ke negara maju, dengan tujuan yang salah satunya sama dengan aglomerasi tadi. Sehingga banyak orang-orang pandai terpusat di negara-negara maju.Perbedaanya hanya kalau aglomerasi terjadi hanya di suatu negara, yaitu antar daerah saja.Sedangkan brain drain terjadi di seluruh dunia yang meliputi banyak negara, yaitu baik negara maju maupun negara berkembang.

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh UNCTAD, dapat diketahui bahwa dokter, informatisi (ahli ICT), insinyur serta ahli-ahli lainnya dari negara-negara miskin setiap tahun terus mengalir ke negara-negara makmur dan maju.Riset ini dilakukan setiap tahun yaitu di 50 negara kurang maju, antara lain 8 negara Asia, 33 negara Afrika, 8 kepulauan dan Haiti.Terlihat bahwa brain drain alias human capital flight dari negara-negara di kawasan itu terus meningkat. Pada 1990 jumlahnya mencapai 16,5%. Dan sekarang jumlah itu meningkat menjadi 21,4%. Jumlah brain drain tertinggi berasal dari Haiti.Negeri itu kehilangan 80% sumber daya manusia berpendidikan tinggi dan terampil.

Di Indonesia, walaupun hingga saat ini belum terdapat data empiris, namun diperkirakan telah mencapai 5%. Jumlah ini dapat kita katakan cukup signifikan di tengah terpuruknya SDM Indonesia yang disertai dengan kecilnya alokasi anggaran pendidikan yang hanya menyisihkan 11,8% dari APBN. Kondisi ini diperparah dengan alokasi anggaran riset dan teknologi yang tidak pernah mencapai angka minimal 1% dari produk domestik bruto.Padahal, menurut analisa UNDP, angka minimum tersebut merupakan anggaran minimum untuk terciptanya kemakmuran suatu bangsa.

Sedangkan menurut Aaron Chaze (2007), yang melakukan penelitian di 61 negara berkembang, dimana sebagian besar para braindrainer memilih bermigrasi ke negara-negara Organization for Economic Cooperation and Development (OECD), terutama Amerika Serikat, Kanada, Inggris, Perancis, dan Jerman. Saat ini terdapat sebanyak 50.000 (5%) dokter India yang bekerja di negeri Paman Sam serta ratusan ribu manajer, teknisi, dan ahli komputer bekerja di Microsoft, McKinsey & Company, Citigroup, dan berbagai firma teknologi informasi di kota-kota metropolitan Amerika.

UNDP memperkirakan, India kehilangan sekitar dua miliar dollar AS per tahun akibat migrasi teknisi dan ahli komputer, yang diproyeksikan mencapai 2,2 juta orang sampai akhir tahun 2008 nanti. Beruntung, Indonesia termasuk yang paling rendah, yakni kurang dari 5% dari golongan terdidik yang bermigrasi ke negara-negara maju.

Dari kawasan Afrika, aliran migrasi paling banyak dari Ghana, Kenya, Afrika Selatan, Zimbabwe, Somalia, Nigeria, dan Etiopia, yang sekitar 60% juga berpendidikan tinggi. Bahkan sejak 20 tahun terakhir, Etiopia kehilangan sekitar 75 persen tenaga-tenaga ahli, seperti dosen, insinyur, dan dokter akibat brain drain.
Sungguh ironis, lebih mudah menjumpai dokter asal Etiopia di Chicago ketimbang di Addis Ababa, bahkan sekitar 21.000 dokter asal Nigeria berpraktik di seluruh penjuru Amerika. Lebih menyedihkan lagi, Afrika harus mengeluarkan dana lebih dari empat miliar dollar AS per tahun untuk membayar sekitar 150.000 expatriate profesional yang bekerja di benua miskin itu.

Adapun imigran dari Afrika Utara dan Timur Tengah yang paling banyak berasal dari Maroko (satu juta), Aljazair dan Iran (masing-masing 500.000), serta Mesir, Sudan, Tunisia, Irak, Suriah, Lebanon, Jordania (masing-masing 250.000). Sekali lagi, amat memilukan mengingat mayoritas para imigran itu adalah anak-anak muda terpelajar lulusan universitas.

Contoh Artikel Biasa

0 komentar

EUTANASIA

Kata eutanasia berasal dari bahasa Yunani yaitu "eu" (= baik) and "thanatos" (maut, kematian) yang apabila digabungkan berarti "kematian yang baik" adalah praktik pencabutan kehidupan manusia atau hewan melalui cara yang dianggap tidak menimbulkan rasa sakit atau menimbulkan rasa sakit yang minimal, biasanya dilakukan dengan cara memberikan suntikan yang mematikan.Hippokrates pertama kali menggunakan istilah "eutanasia" ini pada "sumpah Hippokrates" yang ditulis pada masa 400-300 SM.Sumpah tersebut berbunyi: "Saya tidak akan menyarankan dan atau memberikan obat yang mematikan kepada siapapun meskipun telah dimintakan untuk itu". Dalam sejarah hukum Inggris yaitu common law sejak tahun 1300 hingga saat "bunuh diri" ataupun "membantu pelaksanaan bunuh diri" tidak diperbolehkan.


Eutanasia positif


Yang dimaksud taisir al-maut al-fa'al (eutanasia positif) ialah tindakan memudahkan kematian si sakit—karena kasih sayang—yang dilakukan oleh dokter dengan mempergunakan instrumen (alat).Memudahkan proses kematian secara aktif (eutanasia positif)adalah tidak diperkenankan oleh syara'. Sebab dalam tindakan ini seorang dokter melakukan suatu tindakan aktif dengan tujuan membunuh si sakit dan mempercepat kematiannya melalui pemberian obat secara overdosis dan ini termasuk pembunuhan yang haram hukumnya, bahkan termasuk dosa besar yang membinasakan.

Perbuatan demikian itu adalah termasuk dalam kategori pembunuhan meskipun yang mendorongnya itu rasa kasihan kepada si sakit dan untuk meringankan penderitaannya.Karena bagaimanapun si dokter tidaklah lebih pengasih dan penyayang daripada Yang Menciptakannya.Karena itu serahkanlah urusan tersebut kepada Allah Ta'ala, karena Dia-lah yang memberi kehidupan kepada manusia dan yang mencabutnya apabila telah tiba ajal yang telah ditetapkan-Nya.

 

Eutanasia negatif


Eutanasia negatif disebut dengan taisir al-maut al-munfa'il. Pada eutanasia negatif tidak dipergunakan alat-alat atau langkah-langkah aktif untuk mengakhiri kehidupan si sakit, tetapi ia hanya dibiarkan tanpa diberi pengobatan untuk memperpanjang hayatnya. Hal ini didasarkan pada keyakinan dokter bahwa pengobatan yang dilakukan itu tidak ada gunanya dan tidak memberikan harapan kepada si sakit, sesuai dengan sunnatullah (hukum Allah terhadap alam semesta) dan hukum sebab-akibat.

Di antara masalah yang sudah terkenal di kalangan ulama syara' ialah bahwa mengobati atau berobat dari penyakit tidak wajib hukumnya menurut jumhur fuqaha dan imam-imam mazhab.Bahkan menurut mereka, mengobati atau berobat ini hanya berkisar pada hukum mubah. Dalam hal ini hanya segolongan kecil yang mewajibkannya seperti yang dikatakan oleh sahabat-sahabat Imam Syafi'i dan Imam Ahmad sebagaimana dikemukakan oleh Syekhul Islam Ibnu Taimiyah, dan sebagian ulama lagi menganggapnya mustahab (sunnah).

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Followers

 

Welcome to My Blog. Copyright 2008 All Rights Reserved Revolution Two Church theme by Brian Gardner Converted into Blogger Template by Bloganol dot com | Distributed by Deluxe Templates